THARIQAH YANG DIIKUTI OLEH SULTAN TURKI UTSMANI

 

THARIQAH YANG DIIKUTI OLEH SULTAN TURKI UTSMANI
 


    Ilmu Tasawwuf atau juga yang dikenal dengan sufisme merupakan suatu ajaran tentang bagaimana menyucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, mengendalikan hawa nafsu serta membangun dhohir dan batin untuk dapat memperoleh kebahagiaan abadi.

    Dalam ilmu tasawwuf ada yang namanya thariqah. Thariqah atau tarekat secara bahasa berarti “jalan”. Sedangkan menurut ulama-ulama ahli tasawwuf diartikan sebagai jalan atau cara yang ditempuh seorang hamba menuju ridlo Allah SWT.

    Melihat definisi di atas, maka jelas sekali pengertian thariqah sangatlah luas. Thariqah tidak hanya berdzikir atau dengan berbagai wiridan saja, namun bisa juga dengan berbagai bentuk ibadah yang dapat mendekatkan diri menuju ridlo Allah SWT yang menciptakan alam semesta. Bisa berupa dzikir, wirid, puasa sunah, sholat-sholat sunnah, dan berbagai bentuk amal kebajikan lainnya.

    Tasawwuf berperan sebagai salah satu pondasi dalam berdirinya kesultanan Turki Utsmani. Tasawwuf juga lah yang membentuk dasar pendidikan dan kebudayaan di dalam istana Turki Utsmani.

    Setiap sultan Turki Utsmani memiliki kedekatan dengan ulama-ulama ahli tasawwuf. Selama hidupnya, mereka juga sibuk mempelajari ilmu tasawwuf. Ada dari mereka menjadi murid seorang mursyid thariqah yang sangat tekun dalam mengikuti thariqahnya seperti Sultan Ahmed I. Mursyid adalah sebutan untuk guru yang mengajarkan tentang thariqah. Ada pula yang hanya menjadi muhibbin, yaitu orang yang cinta dan senang terhadap ulama-ulama tasawwuf. 

    Kebanyakan dari sultan-sultan turki utsmani adalah pengikut thariqah Khalwatiyah, Maulawiyah dan Naqsyabandiyah. Sayang sekali, orang-orang yang berpaham wahabi seringkali menuduh tasawwuf dan thariqah adalah sesat,bid’ah. Mereka kebanyakan tidak mengetahui bahwa para sultan turki utsmani yang berkuasa selama sekitar 600 tahun dan menjadi pemimpin dan pelindung umat islam pada masanya adalah min ahlit-thariqah, orang-orang ahli thariqah.

 

Sultan, Thariqah dan Para Syaikh


·         Osman Ghazi (1299-1326), mursyidnya adalah ayah mertuanya sendiri yaitu Syaikh Edebali dari thariqah Wafaiyah. Begitu juga putranya, Orhan Gazi (1326-1360) dan Alauddin Pasya.

 

·         Sultan Murad I (1360-1389) mempnyai mursyid bernama Sayyid Mehmed Hammari dari Tabriz, yang dikenal sebagai Syaikh Postinpûş. Beliau membangun pondok di Yenişehir, Bursa untuk syaikhnya. Kemungkinan thariqahnya adalah Malamiyah.

 

·         Sultan Bayezid I (1389-1402) memiliki kedekatan dengan Amir Ahmad Syamsuddin Bukhari, atau dikenal dengan ‘Emir Sultan’ dari thariqah Nurbahsyiyah, yang kemudian dinikahkan dengan putri sang Sultan. (makam emir sultan)

 

 

·         Sultan Celebi Mehmed / Mehmed I (1413-1421) kemungkinan adalah pengikut Molla Fenari dari thariqah Zainiyah . Di masa mudanya, beliau biasa berbincang-bincang dengan seorang Syekh dari thariqah Bayramiyyah.




·         Sultan Murad II (1421-1451) adalah muridnya Emir Adil Çelebi dari thariqah Maulawiyah. Beliau hidup layaknya seorang sufi yang zuhud. Makam beliau pun sederhana tidak seperti sultan-sultan yang lainnya. (foto makam murad ii) Beliau adalah satu-satunya sultan yang mengundurkan diri dari tahta sebanyak dua kali.

 

·         Sultan Muhammad Al Fatih (1451-1481) adalah pengikut thariqah Bayramiyah. Beliau murid dari Syaikh Aaq Syamsuddin, yang merupakan guru spiritual dalam penaklukan Istanbul. Di masa mudanya, beliau dan ayahnya berguru dengan Emir Adil Çelebi. Semasa hidupnya beliau dikenal dekat dengan Syaikh Wafa (w.1491) dan sering menghadiri majlisnya. Sampai-sampai Syaikh Wafa menegur sang sultan “kalau kau sudah merasakan kelezatan majlis ini, kau akan melupakan tugas-tugasmu sebagai pemimpin negara”.

 

·         Sultan Bayezid II (1481-1512) adalah salah satu sultan yang paling mendalami tasawwuf. Beliau dikenal di kalangan masyarakat sebagai seorang Veli / Wali. Banyak yang menyaksikan karamah-karamah beliau. Saat masih muda, beliau menjadi pengikut thariqah Khalwatiyah yang mursyidnya adalah Abul-Fuyudhat Muhammad b. Hamiduddin b. Mahmud b. Muhammad b. Jamaluddin Al-Aksarayi. Beliau juga dikenal dekat dengan Ayah dari Ebussuud Efendi yang merupakan syaikh thariqah khalwatiyah yaitu Muhammad İskilibî dan juga dekat dengan Baba Yusuf Seferhisârî syaikh dari thariqah Bayramiyah.

 

·         Yavuz Sultan Selim / Sultan Selim I (1512-1520) adalah pengikut thariqah Zainiyah yang mursyidnya adalah Maulana Abdulhalim bin Ali atau biasa dikenal dengan Halimi Çelebi. Seperti ayahnya, beliau juga dikenal akan karamah-karamahnya. Beliau adalah seorang sufi sejati dengan ketawadhuannya dan kehidupannya yang sederhana. Beliau juga dikenal memiliki kedekatan dengan Muhammad Zahid Badakhsyi, salah satu syaikh thariqah Naqsyabandiyah di Damaskus.

 

·         Sultan Sulaiman Al Qanuni / Sultan Sulaiman I (1520-1566) memiliki kedekatan dengan saudara sepersusuannya, Yahya Efendi dari thariqah Uwaisiyah. Namun di masa mudanya, ia berguru kepada Abdüllatif Mahdumi, salah satu khalifah dari Emir Buhari. Khalifah adalah seorang sufi yang mendapat ijazah untuk mengajarkan thariqah dan menerima pembai'atan, kepada umat Islam, tetapi tidak berhak mengangkat mursyid baru. Beliau juga dekat dengan Baba Haydar Semerkandi, khalifah dari Syaikh Ubaidullah Al Ahrar, dari thariqah Naqsyabandiyah dan Nureddinzâde, syaikh dari thariqah Khalwatiyah. Beliau adalah sultan pertama pengikut thariqah naqsyabandiyah.

 

·         Sultan Selim II (1566-1574) adalah murid dari mursyid thariqah Khalwatiyah yaitu Syaikh Süleyman Amidi yang meninggal pada tahun 1574.

 

·         Sultan Murad III (1574-1595) di masa mudanya berguru kepada Syekh Syuja’, yang berthariqah Sya’baniyah. Beliau sering hadir dalam majlisnya Hüsameddin Ussyaki dari thariqah Khalwatiyah. Kemudian beliau berguru dengan Khawaja Ahmad Shadiq Kabilî, dari thariqah Naqsyabandiyah yang datang ke Istanbul dari Mawaraannahr (Transoxiana), beliau merupakan khalifah dari Syekh Muhammad Al-Khawajaki Amkangi. Beliau menulis sebuah kitab tentang pengalaman-pengalaman sufinya yang bernama Kitabul Manamat.

 

·         Sultan Mehmed III (1595-1603) berguru kepada Abdul Majid Siwasi dari thariqah Khalwatiyah. Setelah itu, beliau sering hadir juga di majlisnya Aziz Mahmud Hudayi dari thariqah Khalwatiyah wa Jalwatiyah. Aziz Mahmud Hudayi menjadi guru bagi beberapa sultan turki utsmani. Sultan Ahmad I (1603-1617), Sultan Mustafa I (1617-1618, 1622-1623), Sultan Osman II (1618-1622), Sultan Murad IV (1623-1640) dan Sultan Ibrahim (1640-1648) adalah murid-murid beliau. Diceritakan bahwa Sultan Mustafa sampai menjadi majdzub karena sangat mendalami kesufiannya.

 

·         Sultan Mehmed IV (1648-1687)  adalah pengikut thariqah Khalwatiyah. Dengan petunjuk dari mimpinya, beliau pergi ke Kilitbahir dan berguru kepada Ahmed Jahidi. Beliau membangun pondok untuknya. Beliau juga memiliki kedekatan dengan Abdul Ahad Nuri Efendi dan Karabasy Wali dari thariqah Khalwatiyah dan Rejeb Enis Dede dari thariqah Maulawiyah.

 


·         Sultan Sulaiman II (1687-1691) adalah murid Osman Fazli Efendi dari thariqah Khalwatiyah.

 

·         Sultan Ahmed II (1691-1695), Sultan Mustafa II (1695-1703) dan Sultan Ahmed III (1703-1730) berguru kepada Rejeb Enis Dede dari thariqah Maulawiyah.

 

·         Sultan Mahmud I (1730-1754) dan saudaranya, Sultan Osman III (1754-1757) berguru kepada Sayyid Muhammad Muradi dari thariqah Naqsyabandiyah, yang meninggal pada tahun 1755.

 

·         Sultan Mustafa III (1757-1774) berguru kepada Beyzâde Mustafa Efendi dari thariqah Naqsyabandiyah.

 

·         Sultan Abdulhamid I (1774-1789) adalah murid Mehmed Ziyad Efendi, dari thariqah Sa’diyah.

·         Sultan Selim III (1789-1807) berguru kepada Mehmed Emin Çelebi dari thariqah Maulawiyah. Beliau juga dekat dengan Syekh Ghalib. Beliau juga akrab dengan Isa Geylani syaikh Naqsyabandiyah dari Pondok/Tekke Kasygari. Beliau biasa membawa para pangeran dan menghabiskan waktu malamnya di pondok ini selama bulan Ramadhan.

 

·         Sultan Mustafa IV (1807-1808) ketika masih muda, beliau sering pergi ke Pondok Kasygari bersama pamannya dan mengikuti majlisnya Isa Geylani. Diriwayatkan bahwa beliau berguru kepada Abdul Halim Efendi, syekh Naqsyabandiyah dari Pondok/Tekke Molla Murad.

 


·         Sultan Mahmud II (1808-1839) adalah pengikut Naqsyabandiyah. Berguru kepada Mehmed Nuri Efendi dari Pondok/Tekke Yahya Efendi.

 

·         Sultan Abdul Majid (1839-1861) juga seorang pengikut Naqsyabandiyah seperti ayahnya. Beliau dekat dengan guru ayahnya yaitu Mehmed Nuri Efendi. Bahkan beliau meninggal dengan melantunkan kalimat tauhid, dengan kepala di atas lutut Mehmed Nuri Efendi. Di makamnya di pelataran Masjid Sultan Selim, beliau berwasiat agar murid-murid dari Pondok/Tekke İsmet Efendi melaksanakan dzikir Khatm Khwajagan setiap malam jum’at.

 

·         Sultan Abdulaziz (1861-1876) adalah pengikut Maulawiyah. Beliau berguru kepada Sadreddin Celebi.

 

·         Sultan Abdulhamid II (1876-1909) berguru kepada Ahmed Ziyaeddin Gümüşhanevi dari thariqah Naqsyabandiyah. Kemudian beliau menjadi pengikut Syaikh Zafir Efendi dari thariqah Syadziliyah. Setelah syaikhnya wafat, beliau berguru kepada Abdullah Efendi dari thariqah Qadiriyah dan Abulhuda As-Sayyadi dari thariqah Rifa’iyah.

 

·         Sultan Mehmed Resyad (1909-1918) adalah seorang pengikut Maulawiyah. Beliau berguru kepada Shalahuddin Dede dari pondok Mawlawihane Yenikapı. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Sultan Murad V (1876) juga berguru dengan guru yang sama. Bahkan beliau menamai putranya dengan nama gurunya.

 

·         Sultan Mehmed Wahiduddin (1918-1922) adalah seorang pengikut Naqsyabandiyah seperti ayah dan kakeknya. Beliau adalah murid Umar Dhiyauddin Daghestani, syekh dari pondok/tekke Gümüşhanevi. Setelah Syekhnya wafat, beliau mengambil tongkatnya sebagai kenangan.

 

 

 Sumber : https://www.ekrembugraekinci.com/article/?ID=428&padi%C5%9Fahlarin-mensup-oldu%C4%9Fu-tarikatlar---sultandan-evliya-olur-mu- 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Wahabi Dari Sudut Pandang Turki Utsmani

Tradisi Turki Utsmani Di Bulan Suci Ramadhan

SULTAN JUGA SEORANG AYAH