Tradisi Turki Utsmani Di Bulan Suci Ramadhan

 

Tradisi Turki Utsmani Pada Bulan Ramadhan

 


 

Pengumuman awal bulan suci Ramadhan

 

   Dalam sebuah hadits syarif Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka.” Berdasarkan hadits tersebut umat muslim di seluruh penjuru dunia menyibukkan diri untuk menyambut kedatangan dengan budaya, dengan adat dan caranya masing-masing. Begitu pula di zaman kesultanan Turki Utsmani, mereka juga punya banyak adat dan tradisi dalam menyambut dan menjalani bulan suci Ramadhan yang mana adat tersebut masih bisa kita jumpai di zaman sekarang.


                                        Masjid Şehzadebaşı

   Pengumuman awal bulan suci Ramadhan disambut oleh rakyat Turki Ustmani dengan perayaan yang meriah. Awal masuknya bulan suci Ramadhan ditetapkan oleh Istanbul Kadılığı / Kehakiman Istanbul. Mereka menggunakan metode Rü’yeti Hilal atau Rukyatul Hilal untuk menentukan awal bulan suci Ramadhan. Beberapa petugas ditunjuk oleh Qadhi Istanbul di Masjid Şehzadebaşı (baca; syehzadebasyè) untuk mengamati hilal.

   Pengamatan hilal dimulai dihari ke 29 bulan Sya’ban. Apabila hilal tidak tampak berarti bulan Sya’ban dihitung menjadi 30 hari, dan hari yang ke 30 ini biasanya disebut dengan yevm-i şekk / Yaumus syak, hari yang diragukan belum atau sudah masuknya bulan suci Ramadhan yang mana tidak diperbolehkan berpuasa pada hari tersebut.


                                     Masjid Suleymaniye, Istanbul


   Para petugas Kandil / pelita yang berada di Masjid Suleymaniye bersiap-siap dan menunggu kedatangan kabar dari kehakiman. Setelah diumumkan awal bulan suci Ramadhan secara resmi, Mahyacıbaşı / ketua petugas pelita dengan antusias memberi isyarat kepada petugas pemasang pelita yang ada di menara-menara masjid Suleymaniye dan mereka segera menyalakan pelita-pelitanya.

   Rakyat yang melihat menyalanya pelita di menara masjid Suleymaniye langsung bergegas untuk memasang pelita di masjid-masjid yang lain. Demikian pula, para penjaga keamanan di setiap desa juga mengumumkan masuknya Ramadhan sambil menabuh Davul / genderang keliling desa dengan diikuti oleh anak-anak kecil. Saat itu juga terdengar dentuman suara meriam sebanyak tiga kali dari Istana Topkapı yang menandakan telah masuknya bulan suci Ramadhan. Selama bulan ramadhan mereka juga biasanya menyalakan meriam di menara-menara benteng setiap kota ataupun di perbukitan yang tinggi ketika masuk waktu ifthar/buka puasa. Meriam tersebut diberi nama Iftar Topu, yang berarti meriam ifthar.




Penabuh Davul


Petugas sedang menyalakan meriam ifthar

Iftar Topu





Mahya yang menerangi langit



 

   Mahya adalah sebutan untuk pelita-pelita yang dipasang diantara dua menara di sebuah masjid ketika bulan suci Ramadhan atau malam-malam mulia seperti Maulid, Isra’ Mi’raj dll. Mahya biasanya dipasang di antara dua menara dengan membentuk sebuah tulisan seperti “Marhaban”, “Ya Syahru Ramadhan”, lafadz Allah, Asmaul Husna atau berupa Kalimah Thayyibah seperti Alhamdulillah, Bismillah dll. Pada 15 hari pertama bulan Ramadhan dipasang mahya berupa tulisan, sedangkan di 15 hari terakhir dipasang mahya yang membentuk sebuah gambar seperti; bulan bintang, mawar, burung dll.




   Menurut sebuah riwayat, tradisi memasang Mahya ini dimulai pada masa Sultan Selim Han II (1566-1574). Di dalam riwayat yang lain, dijelaskan bahwa tradisi ini dimulai pada masa pemerintahan Sultan Ahmed Han I (1603-1617). Diceritakan pada tahun 1614 muadzin Masjid Fatih yang sekaligus merupakan seorang kaligrafer bernama Kafawi Al Hafidz membuat hiasan kain bermotif yang dipasang diantara dua menara masjid. Lalu beliau menghadiahkan hiasan tersebut kepada sang sultan. Dari situlah muncul ide untuk membuat mahya dengan mengganti hiasan yang berupa kain menjadi pelita/lampu dan menjadi tradisi sampai sekarang.

 


   Seiring berjalannya zaman, mahya yang dulunya menggunakan lampu minyak sekarang digantikan oleh lampu-lampu kecil yang menyala dengan listrik.


Sumber: 

Osman Doğan - Söner Demirsoy. 2015. Nerede O Eski Ramazanlar. İstanbul. Çamlıca Basım Yayın


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Wahabi Dari Sudut Pandang Turki Utsmani

SULTAN JUGA SEORANG AYAH