Hormat di Tanah Haram
HORMAT DI TANAH HARAM
Tanah Haram atau
dalam logat bahasa Turki Utsmani “Haremeyni Şerifeyn” (Al Haramain As Syarifain)
adalah sebutan untuk wilayah kota Makkah Al Mukarramah dan Madinah Al
Munawwarah yang mana didalamnya banyak aturan aturan yang tidak boleh untuk
dilanggar. Di sisi lain, dari segi bahasa Haram / حرم berarti tempat yang suci, muqaddas, tempat
yang harus dihormati. Nah dari sini saya jadi teringat kisah unik seorang
penyair terkenal Turki Utsmani pada abad ke 17 yang bernama ‘Nâbî’ atau nama
lengkapnya ‘Yusuf Nâbî’. Nâbî disini bukan berarti Nabi / Rasul dalam bahasa
arab, melainkan ejaan ‘Na’ dibaca panjang yang memiliki arti; pemberi kabar, yang
keluar, yang mulia.
Kisah tersebut bermula ketika Nâbî dan
rombongan para pejabat kerajaan pergi menunaikan ibadah Haji. Ketika telah
mendekati kota Madinah, mereka beristirahat di sebuah Kervansaray atau kalau
istilah zaman sekarangnya adalah hotel. Malam harinya ketika semua orang sedang
tidur, Nâbî tiba-tiba terbangun dan melihat seorang Pasya (gelar seorang panglima/wazir)
yang tidur dalam keadaan menyelonjorkan kakinya ke arah kota Madinatul
Munawwarah yakni sekaligus ke arah Maqam Nabi Muhammad SAW. Nâbî seketika melantunkan
sebuah syiir 5 bait secara spontan yang bait awalnya berbunyi :
Sakın terk-i edebden kûy-ı mahbûb-ı Hudâ'dır bu
Nazargâh-ı İlâhî'dir
Makâm-ı Mustafâ'dır bu.
(Jangan sekali-kali kau meninggalkan adab, karena disini
adalah tempat kekasih Allah, tempatnya Allah SWT, tempat nya sang Mustafa, Nabi
Muhammad SAW)
Lantas Pasya tersebut terbangun
dan mendengar syiir yang dibacakan oleh Nâbî. Pasya merasa malu karena syiir tersebut
menyindir dirinya karena telah berbuat tidak sopan dan meminta kepada Nâbî untuk
tidak memberitahukan atau menyebarluaskan syiir yang telah dilantunkannya tadi
kepada siapapun. Sesampainya mereka di Masjid Nabawi, ketika akan memasuki
waktu shubuh alangkah kagetnya Pasya tersebut mendengar suara Muadzin dari
menara yang sedang membacakan syiir yang dilantunkan oleh Nâbî. Lalu wajah Pasya
langsung mengarah ke Nâbî “Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak memberitahukan
kepada siapapun syiir tadi?.” Nâbî sendiri juga bingung entah mengapa syiir
tersebut bisa langsung diketahui oleh Muadzin Masjid Nabawi dan dibacakannya
lewat menara.
Raudhah Al-Muthahharah
Mereka berdua
penasaran dan langsung menanyakan hal tersebut kepada sang Muadzin. Sang
Muadzin pun menjawab “ Semalam aku bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Beliau berkata
bahwa akan ada seorang dari ummatku yang akan mengunjungiku, ia bernama Nâbî,
ia telah mengarang sebuah Na’at Syarif (syiir tentang Rasulullah SAW) ini, sambutlah
dia dengan membacakan syiir ini.” Setelah mendengar jawaban tersebut mereka
berdua langsung mengalirkan air mata dan terharu mendengarnya.
Dari kisah sini kita bisa ambil pelajaran tentang bagaimana kita harus berhati-hati, menjaga adab ketika berada di Tanah Haram. Dan tidak hanya di Tanah Haram, dimanapun kita berada sebagai makhluq Allah yang paling sempurna kita wajib menjaga adab dan akhlaq yang mencerminkan karakter Rasulullah SAW yang diutus untuk sebagai Liutammima Makarimal Akhlaq.
Wallahu a’lamu bisshowaab.
Komentar
Posting Komentar